image

Polemik Pemindahan Ibukota Indonesia


oleh : Rizky Oktaviani

Beberapa waktu yang lalu muncul sebuah wacana baru mengenai pemindahan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan. Hal tersebut tentu saja menjadi isu publik yang menarik. Sebab, setelah sebelumnya Ibukota pernah dipindah ke Yogyakarta, kini sejarah akan terulang kembali.

Latar belakang pemindahan ini dipicu oleh kondisi Kota Jakarta yang semakin tidak tertata dengan berbagai permasalahan kompleks yang tak kunjung usai. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Kota Jakarta merupakan pusat pemerintahan sekaligus pusat perekonomian di Pulau Jawa. Semakin berkembangnya industrialisasi di kawasan tersebut serta melonjaknya tingkat urbanisasi menyebabkan timbulnya permasalahan-permasalahan baru. Kemacetan, slump area, pengangguran, dan tentu saja banjir. Fauzi Bowo, selaku Gubernur DKI Jakarta yang masih menjabat hingga kini ternyata belum mampu melaksanakan janjinya ketika kampanye pilkada dahulu. Beliau berjanji bahwa masalah banjir dan kemacetan di Jakarta dapat diatasi di bawah kepemimpinannya. Namun sayangnya, sampai menjelang Pilkada 2012 pun, janji tersebut masih mengambang.


Berbagai permasalahan tersebut ditengarai menjadi pertimbangan SBY untuk melakukan pemindahan Ibukota. Sebenarnya, Presiden SBY tidak serta merta membuat wacana bahwa Ibukota harus dipindah. Pemikiran ini diadopsi dari sistem di berbagai Negara seperti Malaysia, Brasil, dan Canbera. Di Malaysia misalnya, Ibukota Negara tersebut terletak di Kuala Lumpur. Namun, pusat pemerintahannya berada di Putrajaya. Adanya komunikasi dan kerjasama internal yang baik, menjadikan Putrajaya maju. Kebijakan cut off ini setidaknya menginspirasi SBY untuk membuat kebijakan baru guna memperbaiki kondisi wilayah dan melakukan penataan ulang terhadap daerah.

Ada tiga opsi yang ditawarkan dalam rencana penataan daerah, yaitu :
  1.   Opsi pertama dimana Ibukota beserta pusat kegiatan tetap berada di Jakarta, namun segera dilakukan perombakan besar terhadap segala permasalahan yang ada di Jakarta sekaligus mengubah tata ruang kota.
  2.   Opsi kedua yang ditawarkan SBY yaitu Jakarta cukup sebagai Ibukota, namun pusat ekonomi dan perdagangan akan dipindah ke wilayah baru. Hal ini didasarkan pada faktor historis Jakarta, sehingga Ibukota tetap berada di kota metropolitan tersebut.
  3.  Opsi yang ketiga merupakan opsi “nekat”, sebab Ibukota Indonesia akan dipindahkan ke wilayah lain sementara Jakarta dijadikan pusat bisnis saja. Sehingga, pusat pemerintahan pun akan ikut pindah ke wilayah baru pula.
Ketiga opsi tersebut tentu saja membutuhkan kajian secara komprehensif, baik dalam segi aksesibilitas, jaringan transportasi, infrastruktur wilayah, dan yang terpenting adalah faktor pendanaan. Opsi pertama, meskipun tidak dilaksanakan pemindahan, tetap saja membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk melakukan “reformasi” kota. Sedangkan, untuk opsi kedua dan ketiga tentu memakan dana cukup besar. Hal tersebut tentu saja menimbulkan tanda tanya bagi masyarakat, akankah kita mampu melakukannya? Malaysia sendiri menghabiskan dana sekitar 80T untuk melakukan pemisahan pusat kegiatan di Negara tersebut. Tentu saja proses pemindahan ini memerlukan waktu yang tidak sedikit dalam prosesnya. Apabila kita tengok Negara tetangga, mereka membutuhkan waktu 5-7 tahun untuk melakukannya.

Presiden SBY tentu saja harus bersikap terbuka terhadap saran-saran serta kajian dari berbagai pihak mengenai wacana tersebut. Mungkinkah pemindahan tersebut akan memberi dampak positif bagi rakyat atau justru menambah kesengsaraan mereka yang kini kian terjepit ?

Postingan ini seharusya di post-kan pada tahun 2010 :D :D

boleh copas, tapi cantumkan sumber blog :)

0 comments:

Post a Comment

Pages