image

Resensi Novel "Hafalan Shalat Delisa"

 



Judul                                  : Hafalan Sholat Delisa
Pengarang                          : Darwis Tere Liye
Jumlah halaman                  : 309 halaman

Buku ini menceritakan kisah seorang anak kecil dari Lhok Nga, Aceh, yang sedang berusaha menghafalkan bacaan sholat. Ummi-nya berjanji akan memberikan kalung indah dengan huruf D sebagai hadiah jika Delisa berhasil menyelesaikan hafalan sholatnya.

26 Desember 2004 adalah hari dimana Delisa dan teman-teman sekolahnya sedang praktik sholat. Saat tiba giliran Delisa maju, saat untuk pertama kalinya ia akan melakukan sholat sempurna. Sebab, ia telah hafal seluruh bacaan sholat. Namun, saat itu juga gelombang tsunami menghempaskan tubuhnya. Meski begitu, ia teringat ucapan sang ustadz bahwa ketika sholat, kita harus khusyuk. Demi menjalankan nasihat itu, meski tsunami menerjangnya ia tetap dalam keadaan sedang sholat.   Dalam keadaan tersebut, saat ia terombang-ambing oleh air bah, ia ingin sujud ! sampai akhirnya ia pingsan dan tersangkut di semak.



Ia akhirnya ditemukan oleh seorang tentara Amerika yang bertugas mengevakuasi korban. Ia melihat tubuh Delisa bercahaya di tempat ia pingsan. Di sekitar tubuh Delisa, semak-semak itu berbunga. Putih bersih. Setelah melihat kejadian itu sang tentara, Smith, menjadi mualaf. Delisa pun dibawa ke kapal induk yang Smith tumpangi.


Disanalah berbagai cerita mengharukan terjadi. Kaki kanannya diamputasi. Delisa juga kehilangan  memori hafalan sholat dan ia berusaha keras mengingatnya. Kisah dimana ia kehilangan ummi dan ketiga kakak perempuannya. Hanya Abi-nya yang masih hidup, sebab saat tsunami melanda bumi Aceh, ia sedang bertugas ke luar negri.


Buku ini sungguh membuka mata kita bahwa keikhlasan dalam beribadah sangat diutamakan. Hal ini dianalogikan dalam kisah Delisa saat ia menghafal bacaan sholat demi kalung dari ummi-nya. Lambat laun, Delisa sadar bahwa dalam menghafal bacaan sholat, ia harus ikhlas. Hanya untuk Alloh. Sama saat ia mengucapkan kata-kata menyejukkan kepada ummi-nya dahulu : “Delisa sayang Ummi karena Alloh”. Makna keikhlasan dituangkan oleh penulis lewat kisah seorang anak kecil yang bahkan belum memahami apa makna keikhlasan. Pun juga kita sebagai pembaca akan terasa sangat tersindir.


Dalam penyajiannya, sang penulis menggunakan sudut pandang ketiga. Hampir sama dengan sudut pandang novel Toto-chan, meskipun isinya jelas berbeda. Namun, perasaan yang dialami oleh Delisa akan sangat jelas terasa. Sehingga, saat kita membaca novel ini, kita seolah menjadi anak kecil dengan pemikiran polos dan keingintahuan yang tinggi. Saat Delisa mengerti makna keikhlasan, kita juga dapat memahami bagaimana seorang anak kecil mampu melakukan ibadah hanya karena Alloh. Bukan karena hadiah, imbalan, atau pujian dari orang lain.


Selain itu, ada beberapa sisi humoris sang penulis yang ikut menjadi bagian dalam cerita ini. Secara keseluruhan, isi buku ini sangat luar biasa. Prolog sederhana yang berisi tentang kehidupan sebuah keluarga yang harmonis lalu tiba-tiba “hancur” karena tsunami. Terdapat kesan “shocking” saat membaca kisah di dalamnya. Air mata pembaca pun terkuras saat memahami kata demi kata yang tertulis. Apalagi epilog saat Delisa berhasil mendapat kalung yang dijanjikan ummi-nya dahulu. Saat itu pula, Delisa tahu bahwa ummi-nya sudah meninggal.


Terdapat pula beberapa catatan semacam footnote yang berisi tentang refleksi diri kita dibandingkan Delisa. Sungguh malu rasanya, sebab apa yang diungkapkan penulis lewat catatan tersebut merupakan gambaran bahwa kita sebagai orang dewasa ternyata memiliki ghiroh yang lemah saat ibadah dibandingkan si kecil Delisa.


Meski novel ini sudah difilmkan, tetap saja membaca dan menonton adalah kegiatan yang berbeda. Sebab, dengan membaca, amanat dan perasaan tiap tokoh dalam novel akan lebih kita pahami. Kita pun dilatih untuk berimajinasi mengenai segala alur dan setting cerita tersebut.


0 comments:

Post a Comment

Pages