image

Dimanja BBM



oleh : Rizky Oktaviani


Semua orang di Indonesia pasti sudah mulai resah dengan adanya kebijakan baru berupa kenaikan harga BBM mulai 1 April depan. Bahkan, teramat resahnya hingga beberapa orang menimbun BBM agar memiliki stok lebih murah saat hari kenaikan tiba. Tak hanya perorangan, beberapa instansi tertentu seperti penyedia layanan trasnportasi pun melakukan hal yang sama.

Mengenai kenaikan BBM ini, sebenarnya tidak efektif untuk mengurangi polusi, meminimalisir jumlah pengendara bermotor, dan juga dalam rangka mengurangi subsidi BBM itu sendiri. Tetap saja, yang diuntungkan adalah pengguna kendaraan pribadi. Sedangkan yang menjerit rugi pasti rakyat kecil yang menggunakan truk atau semacamnya untuk menyambung hidup. Sebab, subsidi BBM digunakan 53% oleh pemilik mobil pribadi, 40% oleh pengguna motor, sedangkan mobil barang hanya 4%, dan kendaraan umum hanya 3%. Jadi, selama ini yang lebih banyak diuntungkan dengan BBM murah adalah mobil pribadi dan motor, bukan transportasi umum. Kenaikan BBM tersebut justru akan menghambat pertumbuhan ekonomi 
masyarakat.
Selain itu, rakyat Indonesia juga sudah terbiasa menggunakan BBM.
Sehingga, untuk berhemat pun masih susah. Seringkali kita membuang BBM percuma. Saat menunggu di pinggir jalan, saat lampu merah lebih dari 1 menit, atau menggunakan motor untuk sekedar pergi dalam hitungan jarak di bawah 1 km. Ditambah “budaya” bahwa “Anak SMA wajib punya motor”. Sehingga, peningkatan kuantitas kendaraan biasanya terjadi di awal tahun pelajaran. Bukan di awal tahun kalender.

Dapat diprediksi bahwa penggunaan kendaraan bermotor akan tetap meningkat. Sebab, tidak mungkin dengan adanya kenaikan ini rakyat langsung “membuang” kendaraannya dan beralih ke sarana transportasi umum. Mereka akan tetap kekeuh menggunakan motor atau kendaraan pribadi (seperti saya -_-“).

Beberapa orang mengajukan protes, namun sayangnya ada sebuah “pembelaan” yang salah di mata masyarakat. Diantara kita mungkin ada yang masih brpikir bahwa Indonesia adalah Negara penghasil minyak bumi terbesar, Negara eksportir minyak, bahkan sempat menjadi anggota OPEC. Jika pernyataan itu kita ungkapkan saat tahun 1990-an, jelas masih dapat diterima. Namun, Indonesia bukan lagi anggota OPEC sejak tahun 2008. Produksi minyak pertahun kian menurun ditambah pengelolaan minyak yang masih kurang optimal menyebabkan Indonesia kini justru menjadi Negara importir minyak. Produksi minyak mentah Indonesia terus mengalami penurunan. Tahun 1996 Indonesia mampu memproduksi minyak sebesar 485.573,80 juta barel. Sedangkan, tahun 2010 hanya mampu menghasilkan 300.923,30 juta barel. Jika dikalkulasikan, total penurunan produksi minyak Indonesia selama 10 tahun adalah 184.650,5 juta barel. Jumlah penurunan yang tidak sedikit mengingat jumlah penduduk Indonesia juga kian bertambah.
Sumber data BPS :

Kesalahan kita terletak pada pengelolaan minyak itu sendiri. Indonesia menjual bahan mentah dengan harga murah, lalu membeli olahan minyak dari Negara lain, termasuk BBM,  dengan harga lebih tinggi. Sangat tidak masuk akal. Mari kita beranalogi. Jika kita memiliki kebun sayuran, lantas kita menjual sayuran itu ke orang lain. Lalu, kita membeli sayur yang sudah matang dari orang lain. Tentu saja harganya akan lebih mahal bukan?

Lepas dari kenyataan memilukan di atas, kenaikan BBM memicu berbagai kalangan untuk mencari solusi dalam hal transportasi. Namun, ada hal dilematis dalam pengembangan transportasi di Negara ini. Saat muncul gerakan go green, sego segawe yang dicanangkan pemerintah Yogyakarta, bahkan kenaikan BBM ini, tetap saja seolah rakyat tak bergeming. Kita sudah terlalu dimanja dengan BBM murah. Sehingga, pergi kemanapun rasanya tak puas kalau tidak menggunakan kendaraan pribadi. Gengsi yang didukung oleh kebijakan yang fatal. Seperti itulah kita yang sudah dimanja oleh BBM murah.

Saat ingin memakai transportasi umum seperti bus kota, sungguh lebih menyiksa lagi. Kondisi bus yang memprihatinkan dengan cat-cat yang mengelupas, berkarat, menyemburkan asap “maut”, kotor, pencopet mengintai, berhenti di sembarang tempat, belum juga ditambah kondisi penumpang yang saling berdesakan akibat tak ada kuota penumpang. Hal itu membuat masyarakat enggan menggunakan bus kota. Jika beralih ke trans, jalur yang dilalui tidak mudah dijangkau oleh masyarakat, sehingga kemampuan untuk mengakses trans masih rendah. Ingin menggalakkan gerakan go green atau sego segawe dengan bersepeda, jarak tempat beraktivitas seperti bekerja atau sekolah cukup jauh.

Lalu apa yang sebaiknya dilakukan?

Langkah pertama adalah melakukan penyelamatan darurat. Subsidi seharusnya dipakai bukan untuk BBM, namun untuk pengembangan transportasi umum. Subsidi juga dapat diberdayakan untuk meningkatkan pembaharuan berupa energi ramah lingkungan dan renewable. Sehingga, rakyat akan memilih alternatif bahan bakar yang lebih hemat dan tidak merusak lingkungan. Dapat pula menjadikan transportasi umum seperti bus kota lebih nyaman untuk digunakan, sehingga penggunaan kendaraan pribadi beralih ke sarana transportasi umum. Tertibkan juga bus kota dengan pengaturan halte dan tempat penitipan kendaraan pribadi di dekat halte. Sehingga, ketika jalur bus tidak melewati daerah tempat tinggal kita dan jauh dijangkau dengan berjalan kaki, kita dapat menggunakan kendaraan pribadi kita hingga ke halte saja. Tentu kita dapat menghemat BBM, apalagi jika kita menggunakan sepeda sebelum mengakses bus kota tersebut.

Ada banyak hal untuk menghemat BBM. Jangan sampai kita terbuai dan tergantung dengan BBM. Kurangi sifat adiktif BBM dengan menahan diri dan penggunaan seminimal mungkin. Jangan pernah berpikir bahwa hanya segelintir orang yang sadar untuk berhemat. Jika setiap orang berpikiran semacam itu, tentu BBM akan terus berkurang. Mulailah perubahan besar dari diri kita sendiri, dari hal yang kecil, dan dari sekarang!
Hemat energi untuk bumi !


Jadilah kholifah bumi sejati dengan langkah sederhana, nyata, dan berkelanjutan!

0 comments:

Post a Comment

Pages