image

Mereka sebut kami fanatik

“eh, tu cewek pake jilbab gedhe, pasti ekstrimis.”
“yang itu malah pake cadar, pakaian item-item, kayak hantu aja. Serem. Berlebihan deh.”
“ tu cowok pake celana congklang, melihara jenggot, sok alim. Pasti aktivis mana gitu, ih sok fundamentalis. Fanatik.”



pernah denger kata-kata semacam itu?
Atau itu justru keluar dari mulut kamu sendiri?
Meski saya tidak seperti mereka, tidak pakai celana congklang maupun memelihara jenggot, karena saya bukan laki-laki.
Saya juga belum memakai jilbab besar yang syar’i, meski sedang berproses menuju hal itu karena Alloh Ta’ala yang menyuruh.
Tapi, saya sedih jika ada yang berkata seperti itu. Mereka yang berkata seperti itu mengaku nasionalis dan memiliki semangat Pancasila tinggi, serta membela habis-habisan Bhineka Tunggal Ika.
Mereka memandang orang-orang yang pakai jilbab besar, pakai celana kain terus, dan sebagainya, sebagai orang yang fanatik. Ironisnya lagi, orang yang berkata seperti itu justru dari umat Islam sendiri.
Kalau mereka memang berPancasila dan memegang teguh Bhineka Tunggal Ika, kenapa mereka tidak mampu menerima perbedaan dalam agama mereka sendiri?
Apa bedanya dengan pakaian para bikshu, pendeta, suster, dan lain sebagainya. Kenapa mereka justru “membenci” orang yang TAAT AGAMA.?
Andai mereka yang berkata itu berpikir sebelum berucap. Apakah mereka tau bahwa berjilbab besar itu adalah jilbab yang disyari’atkan dalam Islam? Alloh dan Rosul yang memerintahkan.
”Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Q.S. Al-Ahzab : 59)

Mungkin mereka lebih bangga dengan jilbab yang hanya sebagai penutup kepala saja, meski rambut masih kelihatan, pakaian ketat, jilbab tipis. Yang penting nempel di kepala. sungguh kami fanatik, bukan?

Bercelana congklang dan berjenggot pun merupakan sunnah. Kalau mereka mengaku ummat Muhammad Sholallohu ‘alaihi Wassalam, pasti mereka tidak akan mengejek, justru akan mengikuti. Karena bila kita melakukan sunnah-sunnah Rosul, itu artinya kita cinta dan ingat pada Rosul. Dan di akhirat kelak, di mana kita butuh syafa’at alias pertolongan, di saat kita dibangkitkan dari kubur , menentukan final keputusan untuk abadi di surga atau di neraka, Rosul pun akan ingat pada kita, akan menolong kita. Beliau akan memasukkan kita ke dalam golongannya, golongan orang-orang mu’min yang dijamin masuk surga.

Sejak pertama kali masuk kampus, aku melihat kenyataan yang memilukan. Kenapa justru orang-orang yang hanif, yang sudah memiliki ilmu, yang insya alloh ibadahnya lebih baik, malah “ditolak”? dan lagi-lagi alasannya hanya demokrasi dan multikultural.

Andai mereka yang menggaungkan demokrasi itu dari mana asal muasal paham itu. Bagaimana paham itu menggerogoti Mesir bahkan Indonesia sendiri bak penyakit ganas yang membunuh secara perlahan.

Andai mereka yang berteriak menentang hukum islam tau, bahwa hanya ada satu ideologi di dunia ini, Islam. Islam lebih dari sekedar agama, tapi ideologi, pandangan hidup, dan pedoman seluruh umat manusia, tidak hanya bagi umat Islam sendiri. bukankah Islam adalah Rahmatan Lil alamin? Bukan rahmatan lil muslimin?

andai mereka tau dan mau mempelajari hukum islam lebih dalam, membaca shirah Nabi dan Rosul tentang pemerintahan mereka, tentang keadilan dan kejujuran mereka.. tidak sembarang menuduh dengan lantang tanpa ada sumber akurat..

andai mereka tau, bahwa ketika Rosul ataupun para sahabatnya memimpin negara dengan hukum islam, ada peraturan yang dijunjung tinggi bahwa muslim ataupun non muslim tidak boleh saling menyakiti. Bahkan, jika ada seorang muslim yang menyakiti hati seorang nonmuslim, hanya hatinya, tidak secara fisik, itu pun akan mendapat hukuman. Islam itu indah. Kenapa mereka menolak?

Aku bukan NII, aku bukan nasionalis, aku hanyalah bocah yang melihat dunia ini seolah sudah sangat berantakan, semua serba terbalik, umat islam menentang hukum islam. Justru meng-agungkan paham lain. Ideologi yang berasal dari manusia, bahkan manusia itu bukan muslim. Ideologi Islam yang berasal dari Alloh Ta’ala langsung, mereka tolak.

Di saat saudara-saudara kita di negara Barat sana memperjuangkan hukum Islam, banyak mu’alaf, syariah mulai menjadi trend perekonomian yang lebih “menguntungkan” daripada kapitalis, justru di Indonesia sendiri, rakyatnya yang muslim banyak yang seolah ingin keluar dari apa yang disyariatkan Islam.

Sekali lagi, Islam itu untuk SEMUA manusia. Tidak hanya yang muslim saja. Apakah kalau sebuah negara menganut hukum Islam, lantas seluruh penduduk non-muslim dilenyapkan? Tidak. Kecuali mereka memerangi umat Islam lebih dahulu. islam adalah agama yang damai, islam menghargai perbedaan, multikultural. Tapi Islam bukan sekuler!

Banyak alasan mengapa mereka menolak. Kemunafikan mereka mulai muncul. Misal : para pejabat koruptor. Kalau hukum islam ditegakkan, tamatlah mereka. Sekali memakan uang rakyat, tangan bahkan nyawa bisa melayang.

Ya Rabb, inikah akhir zaman itu?
Tapi, janjiMu pasti.
Kiamat tak akan datang sebelum Islam mencapai kejayaan selama 40 tahun.
Dan tanda-tanda kebangkitan Islam, yang dimulai dari Timur, Indonesia tepatnya, jogja insya Alloh, akan kami perjuangkan.




-aku tau kampus bukan ranah dakwahku, tapi apakah perjuangan itu harus terkotak-kotakkan dan terbedakan antara kampus dan sekolah? Bukankah dimana saja kita berada, disitulah ladang dakwah kita?-

-kenapa mereka yang mengaku mahasiswa begitu dungu dengan memakai ideologi yang keliru? Mengapa mereka tuli dan buta akan kebenaran Islam? Kosong. Yang mereka teriakkan hanyalah kekeliruan. Kenapa mereka tak coba membaca dan membaca? Baca shirah, baca kisah-kisah, teladani Sholahudin Al-Ayyubi saat merebut kembali Palestina, bagaimana indahnya dan damainya Islam itu-

0 comments:

Post a Comment

Pages