image

Sebingkai Memori di Pulau Seribu Pura




Aku ingat betul saat itu, seusai acara EEK alias Eksplorasi Ekologi di Batan, Ipung menelponku dengan nada terburu-buru. Seolah jika aku tak segera menghampirinya, ia akan kehilangan seluruh jati dirinya (emang e nduwe? :p ). Kutinggalkan beberapa teman sesama panitia di HMPG. Akupun setengah berlari menuju ruang dosen, tepatnya di lantai 3 Gedung Dekanat. Lelah setelah EEK dan menaiki puluhan anak tangga pun kalah dengan rasa penasaranku. Ono opo iki?

Tiba di Ruang Dosen, tak lupa ku ucap salam ( biar nggak diomelin Bu Par ). Ku lihat Ipung dan Weni sedang berdiskusi serius bersama Bu Nurul. Ternyata, kami lolos sebagai finalis di Lomba Karya Tulis Geografi yang diadakan oleh IMAHAGI. Event grand final pun diadakan di Pulau Bali, tepatnya di Undiksha. Aku masih tak percaya dengan kabar itu. Bagaimana bisa, kami, tiga bocah ingusan semester awal, bisa lolos ke tingkat Nasional? bagaimana bisa, karya dadakan dan karya pertama yang kami buat bisa mengalahkan beberapa mahasiswa dari UI, UNY, UGM, dan universitas-universitas ternama lainnya?


Alloh memang Maha Mendengar doa hambaNya : )

Namun, ada hal yang lebih urgen untuk dipikirkan. Kami harus ke Bali esok hari itu juga. Padahal waktu itu sudah menunjukkan sekitar pukul 2 siang. Alhasil, kami segera menyusun proposal pengajuan dana. Pukul 3 sore, kami nekat menyerahkan proposal itu ke bagian keuangan. Padahal, sudah hampir tutup jam kerja. Alhamdulillah, berkat Bapak kami tercinta, Pak Suhadi Purwantara yang saat itu masih menjabat wakil dekan, segala urusan dana dipermudah. Love you so much Pak..  dan itu adalah kali terakhir, dimana mahasiswa dimudahkan dalam hal pengajuan dana untuk membawa nama baik Universitas. Kini, birokrasi fakultas terasa sangat busuk.


Sorenya, Ipung mengajak kami ke sebuah bangunan di utara Masjid Mujahiddin yang kini digunakan sebagai ruang kuliah mahasiswa FE. Di sana, ada seorang mas ikhwan kenalan Ipung. Entah kenapa, suasana tiba-tiba menjadi seperti ngaji. Mas ikhwan memberikan kami beberapa petuah tentang berkarya. Yang paling aku ingat adalah “setiap karya yang kita buat, diniatkan hanya karena Alloh, sehingga jadi amal ibadah”.
Sesuatu yang langsung mengusik pikiranku saat itu. Ya, kadang niatku terbelokkan oleh beberapa euphoria.

Kira-kira begitulah. Seusai ngaji dadakan itu, kami bertiga berdiskusi akan naik apa untuk menuju Bali. Dipilihlah travel, dan Ipung sebagai dukarelawan yang memesan tiket. Ehehehek..

Esok harinya..
Kami bertiga kumpul di depan rektorat. Namun, travel yang ditunggu, tak kunjung datang. 10 menit.. 20 menit.. 30 menit berlalu. Akhirnya, travel datang. Setelah berpamitan ke orang tua, kami segera memasuki kendaraan yang katanya akan membawa kami sampai ke Undiksha. Meski kenyataannya tak semanis itu..

Ciyee.. Ipung ama Weni :D

Di perjalanan, kami habiskan untuk bercanda. Sempat juga kami galau karena beberapa teman sekelas yang ngambek. Sebab, kami tak memberitau mereka bahwa kami ikut lomba dan lolos. Maaf teman-teman.. karena waktu itu kami takut, jika kami “mengumumkan’’ keberangkatan kami, terkesan pamer dan bikin iri. Serba salah deh pokoknya.

Travel, tentu saja bukan hanya kami yang menjadi penumpang. Ada satu keluarga yang menuju ke Surabaya, hingga kami muter-muter masuk ke perkampungan di sana. Setelah itu, penumpang tinggal kami bertiga. Tanpa kami sadari, kami dibawa menuju sebuah tempat aneh yang ternyata itu adalah rumah atau persinggahan sopir travel. Kami bingung, maklum masih udik. Kok, berhenti di sini? Di sana kami sekedar numpang ke kamar mandi.

Lalu, perjalanan berlanjut, dan kami sudah sampai di Singaraja. Daerah di Pulau Bali bagian utara ini kondisinya sangat rawan. Waktu itu sekitar jam 1 malam, kami menyusuri jalanan berbatu, hutan lebat di kanan kiri, dan gelap. Setelah itu, travel berhenti di pom bensin. Aku yang saat itu setengah terjaga sempat terkejut karena sopir menyuruh kami turun di sini. Gila loe? Di tengah hutan begini suruh turun? Ipung sempat adu mulut dengan sopir. Akhirnya, sopir memanggil angkot yang katanya akan mengantarkan kami ke Undiksha. Lagi-lagi katanya..

Dengan amat berat hati, kami pindahkan semua barang-barang ke dalam angkot merah. Di dalamnya sudah terdapat beberpa penumpang. Rata-rata berasal dari daerah Jawa Timur. Tiap pagi, mereka ke Bali untuk bekerja. Aku sempat mengobrol dengan beberapa ibu yang ternyata berasal dari Purbalingga. Meski agak kagok, karena logat ngapaknya sangat kental, hehehe. Ampun mbok.

Sekitar jam setengah 6 pagi, kami turun di pinggir jalan. Kata sopir angkot, sudah sampai di Undiksha. Aku pun melihat-lihat suasana di sekitarku. Ya, benar, aku melihat gapura masuk ke Undiksha yang unik dengan relief-relief khas Bali. Here we go…

Kami tak tau lagi mau kemana. Akhirnya kami telpon panitia dan mereka pun menjemput kami dengan sepeda motor. Kami diantar menuju kos-kosan salah satu panitia karena hotel tempat kami menginap belum buka. Dan kamar kos itu milik Mbak Juju, saudari kami di Bali : ) miss you mbak Ju. Di sana kami mandi, istirahat sebentar, sebelum akhirnya diantar ke hotel yang memiliki koneksi wifi super duper cepat :D

Bli Wayan, Mbak Ju, Mbak Ayu (Ketua Panitia LKTG), Me


Masih ada lanjutannya… Nggembel gratis kami, sambil membawa nama baik kampus :p
besok dilanjut lagi dah


~ Great memory at 2010 as a freshman : ) ~

SEMANGAT BERKARYA... KARENA ALLOH ^_^



0 comments:

Post a Comment

Pages