image

Menikmati Suasana Etnik Suku Osing di Banyuwangi


          


          Indonesia memiliki ribuan suku dan budaya dengan keunikan masing-masing. Termasuk Suku Osing yang berada di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Hampir sebagian dari Kabupaten Banyuwangi dihuni oleh Suku Osing. Salah satu kawasan yang dijadikan Desa Wisata Adat Osing berada di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah.
           Tidak banyak yang mengetahui bahwa Suku Osing merupakan salah satu kelompok masyarakat yang berasal dari Bali. Mereka mengungsi ke Pulau Jawa karena peristiwa runtuhnya masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Oleh sebab itu, mereka memiliki bahasa khas yang sangat berbeda dari Bahasa Jawa. Sampai saat ini, bahasa tersebut digunakan oleh seluruh penduduk Suku Osing. Bahkan, sebagian besar penduduk asli tidak memahami bahasa lain selain bahasa mereka sendiri termasuk Bahasa Indonesia.
           Di Desa Kemiren, budaya Suku Osing sangat terjaga. Kesenian, adat istiadat masyarakat, dan bahasa benar-benar dijunjung tinggi oleh penduduk setempat. Salah satu kesenian khas Suku Osing adalah Tari Gandrung. Gandrung berarti cinta atau menyenangi. Tari ini dulunya merupakan tarian perjuangan yang bertujuan untuk mengelabuhi penjajah agar terlena dan memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menyerang mereka. Kesenian ini hanya ditampilkan pada acara-acara tertentu, seperti upacara kemerdekaan, penyambutan tamu, pernikahan, dan khitanan. Jika Anda mengunjungi Desa Kemiren, Anda akan disuguhi tarian tersebut lengkap dengan musik pengiring yang unik. Tari Gandrung memiliki beberapa tahapan yaitu Jejer Gandrung untuk penyambutan yang berlangsung sekitar 15 menit dan Tari Pacu Gandrung (berlangsung fleksibel). Tari Gandrung ditarikan minimal oleh 4 orang penari, bisa laki-laki maupun perempuan. Biasanya, para tamu akan diajak menari jika terkena lemparan selendang penari Gandrung.
Tari Gandrung saat penyambutan tamu




Edi, salah satu seniman di Desa Kemiren ( pemusik Gandrung dan pengrajin biola )

           Selain kesenian unik, kita dapat menikmati indahnya pemandangan Gunung Ijen yang dapat terlihat dari Desa Kemiren. Air yang digunakan oleh penduduk pun berasal dari mata air gunung tersebut, sehingga rasanya pun lebih segar, bahkan dapat dikonsumsi tanpa dimasak terlebih dulu. Penduduk yang ramah ditambah dengan nuansa seni yang kental membuat kita dibuai oleh suasana etnik. Banyak penduduk yang berprofesi sebagai perajin topeng, pemusik, pembuat biola, dan penari, selain profesi utama menjadi petani. Anak-anak di Desa Kemiren pun sudah dilatih untuk menjadi pemusik atau penari Gandrung sejak dini. Hal itu dilakukan untuk menjaga kelestarian budaya khas Suku Osing.
           Para tamu yang menginap di desa ini akan tinggal di rumah-rumah penduduk. Kita pun menjadi lebih dekat dengan mereka, bahkan seperti memiliki keluarga baru. Setiap pagi, sebagian besar laki-laki bekerja di sawah, terkadang para perempuan ikut membantu. Para perajin mulai membuat beberapa kerajinan seperti Barongan, perlengkapan Tari Gandrung, dan anyaman. Menjelang sore, anak-anak dan beberapa penari melakukan latihan Tari Gandrung di sanggar-sanggar kecil atau di balai desa. Sebelum azan maghrib berkumandang, beberapa tetua melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran.
Masyarakat tersebut memiliki budaya campuran yang dipengaruhi oleh agama Islam dan Hindu. Ritual-ritual seperti nyekar, ziarah makam Buyut Mbah Cili dengan membawa sesaji, dan selametan masih menjadi adat-istiadat masyarakat dan merupakan peninggalan kebudayaan dari agama Hindu. Sementara perayaan Ider Bumi yang biasanya dilakukan pada Syawal ataupun pada Hari Raya Idul Fitri dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Keduanya berjalan harmonis, bahkan menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari Suku Osing sekaligus menciptakan suasana etnik yang khas.  

Tradisi memberi beras dan sembako lainnya dalam rangka pernikahan salah anggota masyrakat


dimuat di :

sumber foto : dokumentasi pribadi


3 comments:

Unknown said...

Perna denger cerita dari temen yg asli banyuwangi. Kayak nya menarik banget cerita nya asal usul nya ;-)

Akhwat Banyol said...

iya... sejarahnya unik, apalagi budayanya. semester lalu saya sempat penelitian di sana, jadi bener-bener merasakan sendiri tinggal bersama penduduk Osing yang tidak dapat berbahasa Indonesia dan Jawa :D

Unknown said...

Halo kak.maaf saya mau tanya terkait penelitian yg kakak lakukan di suku osing. Tahun ini saya mau penelitian di sana utk skripsi mungkin bisa sharing dengan saya? Bisa hubungi via email endahrt@gmail.com terima kasih.. Saya harap kakak mau membantu saya. Terima kasih.

Post a Comment

Pages