Prejudice
Eh kayak judul K-Drama ya? Aku
belum nonton sih, Cuma familiar aja di folder download-an warnet pas ngopi
runningman.
Oke, lupakan.
Prejudice atau prasangka.
Bentar, mau nyiapin betadine ama
perban biar nggak sakit ati nulis postingan ini.
Nah, beberapa waktu yang lalu aku
sempat jadi korban. Korban prasangka. Well, it hurts, but i’m still can stand
with it. But, not all people can do the same thing like me. Karena tingkat
kecuekan ku udah level dewa.
Udah gue maapin, Cuma mau gue
jadiin referensi tulisan. Sungguh-sungguh terjadi :p
Kadang tuh gini, kita, aku juga,
sering nyalah-nyalahin orang tanpa mau ngerti itu orang sebenarnya lagi ada
masalah apa?
Iya, bisanya nyalahin doang.
Padahal, bisa jadi, tidak
tidaaaak, iya iya -____-
Padahal, bisa jadi, orang yang
kita salahin itu lagi ada masalah serius yang kita nggak tau. Ya gimana tau,
mau tau aja kagak. Yang penting die salah dan gue bener tanda seru lima
kali.
Ini berlaku secara universal.
Siapapun elo, manusia, alien, atau manusia harimau. Apapun jabatan elo.
Aku lebih menyayangkan ketika
wabah endemik “suka nge-judge orang” ini, menimpa para aktivis dakwah. Mereka
sejatinya adalah orang yang super keren. Berjuang di jalan Allah Ta’ala. Tapi,
dalam perjalanannya, ketika mereka bekerja dalam tim, prasangka itu selaaaluuu
muncul.
Contohnya emmm kayak aku kemaren.
Intinya sih, kinerjaku di sebuah organisasi dibilang gak maksimal, aku udah
berubah enggak kayak dulu lagi ( sinetron banget ) dan sebagainya yang agak eh
sangat menyakitkan hati.
Tanpa mau tau apa yang
menyebabkan aku seperti itu...
Kesalahannya, bukan pada
kritikan, tapi lebih kepada kecuekan mereka terhadap masalah orang lain.
Ya, gue juga punya masalah
nggak Cuma lu doang. Tapi gue bisa nge-handle semuanya. Kenapa elo enggak?
ITU yang sebenarnya ingin mereka
katakan padaku. Cuma pada basa basi. Basa basinya nyebelin lagi. Huh. Semprot
baygon.
Well, Apakah semua orang punya
masalah yang sama persis?
Kini, aku paham alasan
temen-temenku yang dulu sama-sama berjuang, perlahan mundur dan balik kanan.
Menjauh. Tak sedikit yang kecewa dan “trauma” dengan perjuangan itu. Karena
mereka selaaaluuu di-judge tanpa komunikasi dan tidak punya daya tawar.
Mereka tidak dirangkul, tidak
diberi ruang untuk mencurahkan permasalahannya, hingga mereka perlahan
pergi.... no, I’m not gonna be like that cz I have many old-friends who make
me stronger.
Aku punya teman, teman
sepermainaan... eh temen seperjuangan. Beliau ini pernah sakit hati, sampai
sekarang, karena dipojokkan dalam sebuah forum. Dalam forum tersebut, beliau
“dituduh” kurang melaksanakan amanah dengan maksimal. Mereka memang bertanya
“kenapa?” tapi mereka nggak bener-bener bertanya.
Mereka bertanya supaya bisa
mencari celah. “ kalo kayak gitu kan kamu bisa gini... bisa gitu... harusnya
gini... gitu...” iya, gampang banget nyari alternatif pake mulut. Mereka tidak
mencoba andaikan berada di posisi beliau.
Dan apa yang terjadi dengan
beliau? Beliau hanya diam. Karena beliau tau, mereka nggak bener-bener pengen
tau masalahnya. Udah judging di awal. They don’t really ask, they want her
to confess that yes she’s completely wrong and they’re right !
Cedih yah.. *meres tisu
Penghujaman prasangka dan
judge-judge semacam itu disamakan maknanya dengan tabayyun. Well, helloooh.
Tabayyun?? Di depan forum??? You must be kidding me.
Aku emang bukan ahli psikologi
yang ngerti banyak tentang teori-teori kejiwaan orang lain. Aku Cuma orang yang
terlalu peka terhadap perasaan orang lain ketika ia merasa tersakiti.
Dan kepada teman ku di atas, ketika
dia menceritakan semua perlakuan teman-temannya, dia makin sedih. Teman-teman
yang dianggap keluarga justru bisa menyakitinya seperti itu.
Pernah nggak kamu bayangin bahwa
orang lain punya segudang masalah yang melebihi pikiranmu?
Tetiba aku jadi inget cerita Tyas
yang dulu sempet jadi Penegak Kedisiplinan (PK) OSPEK. PK terkenal galak,
sangar, suka bentak-bentak. Suatu ketika, saat OSPEK berlangsung, ada salah
satu mahasiswa yang terlambat. Ditanya dengan ketus oleh PK alasan dia
terlambat.
“ heh, bocah, ngapain lu telat? “
tanya si PK sinis, sambil keluar tanduk ama taring. Gak ding.
Si PK pikir, ah mungkin itu anak
telat bangun atau kesiangan, atau ngeles bannya bocor blah blah blah..
Tapi yang mengejutkan, mahasiswa
itu menjawab..
Tiap pagi dia harus menyuntikkan
insulin ke ayahnya. Ayahnya sakit. Dan Cuma dia yang bisa ngasih suntikan
insulin tersebut. Maybe she lives just with her father.
Deg.
Ngehek kan? Udah nanyanya
galak lagi.
Sama.
Mereka yang sukanya nge-judge ini
itu ke teman ku tadi, apa pernah silaturrahim ke keluarganya? Apa pernah dari
hati ngobrol dengan beliau secara personal?
Aku pun ikut kecewa...
Saat itu, aku pun belum mengerti
masalah yang menimpa beliau. Beliau saaangaaat tertutup. Hingga suatu hari,
Allah mengijinkan kami piknik berdua ke pantai. Dan di sanalah moment of shock
terjadi. Awalnya, aku tak ada niatan sama sekali untuk membujuk beliau
bercerita tentang masalahnya. Namun, beliau sendiri yang akhirnya mulai
terbuka. Beliau ceritakan semua masalahnya. Maaf karena rahasia, nggak bisa aku
tulis di sini, meski kamu mungkin nggak kenal beliau.
Masalah yang dihadapai beliau
benar-benar rumit dan di luar bayanganku selama ini. Yah, panteslah kinerjanya
menurun, kurang maksimal.
Aku hanya bisa menawarkan bantuan
apa... and she told me to help her with prayer. Hiks..
Kalaulah kita tidak bisa
meringankan beban saudara kita, nggak usah nambah-nambahin beban. Lha, mau tau
masalah mereka aja ogah. Merasa masalah kita adalah masalah yang paling susah
se dunia akhirat.
Everybody must have their own
problems. But it doesn’t mean they can’t help each other.
Dan sepengetahuanku yang masih
bocah ingusan ini, kanjeng Nabi Muhammad nggak pernah mencontohkan untuk cuek
terhadap masalah orang lain, apalagi saudara seperjuangan. Meskipun beliau sendiri
punya buanyaaak masalah. Bisa saja, kinerja teman kita saat ini buruk karena
sedang mencoba bangkit dari masalahnya. Setidaknya ia mencoba. Bisa jadi,
mereka – yang nge-judge itu- yang kelak diberi cobaan berat dan berada di
posisi beliau. What r they gonna do?
So what are they gonna do?
Satu lagi.. mereka yang nggak
mudah menceritakan masalahnya, sehingga kinerja mereka menurun, umumnya mereka
sedang menahan masalah yang besar. Yang tidak bisa sembarang orang tau. Mereka
menahan untuk tidak mengeluh ke orang lain. Dan mencoba tetap bekerja, meski
terseok-seok.
Ketika sedang menahan, justru
orang lain meruntuhkan pertahanan mereka dengan prasangka. Udah nggak mau tau, nggak
mau bantu, nge-judge. Na’udzubillah...
Ini Gila !!! >.<
Prejudice is a really trouble
maker.
Bukankah tingkatan ukhuwah
(persaudaraan) yang paling rendah adalah Salaamatus Shadr? Saudara kita selamat dari prasangka
kita. Hati kita bersih dari yang namanya dengki, benci, dan sepupu-sepupunya
su’udzon yang lain.
Kalau masih suka berprasangka,
tingkat ukhuwah kita di mana? Bagaimana mau membangun masyarakat adil sejahtera
ketika hati kita nggak adil terhadap saudara sendiri? #NotetoMyself
0 comments:
Post a Comment