image

Tarawih: full inspiration inside..

note di facebook tanggal 22 Agustus 2011 jam 15:34






Part 1 : bukan trio kwek-kwek!



“masa muda, masa yang berapi-api..”

Itu lagunya rhoma irama yang sederhana tapi mengena. Masa muda cuy. Aku jadi inget dengan 3 orang alias trio yang punya semangat berapi-api untuk selalu sholat berjamah di mushola. Padahal usia mereka tidak lagi muda, kesehatan mereka sering naik-turun, stamina mereka sudah tidak sekuat dahulu. Tapi, itu tidak menghalangi mereka untuk selalu menjadi yang pertama datang ke mushola. Mereka adalah trio yang sangat kompak. Adzan belum berkumandang, mereka sudah standby di mushola. Feeling mereka sangat kuat terhadap waktu sholat, jadi tidak usah mengandalkan adzan dahulu baru ke mushola. Mereka menunggu adzan, tidak mengandalkannya. Subhanalloh..


Dan yang selalu ku hapal dari mereka adalah posisi mereka. Setelah mereka berwudhu, mereka masuk mushola, saling berjabat tangan, lalu sambil memakai mukena mereka ngobrol sewajarnya (bukan gosip loh), lalu menempati shaf pertama di ujung paling kanan dengan formasi paling ujung kanan adalah Mbah Mulsri, tengah Mbahnya dek putra, dan paling kiri dari trio tersebut adalah Mbah Sar. Selalu seperti itu. Selama ini aku mengamati tak ada perubahan. Sungguh istiqomah sekali. Hehe... mereka adalah bukan-trio-kwek-kwek!

Merekalah salah satu inspirasiku. Di saat aku agak malas ke mushola, lalu teringat bukan-trio-kwek-kwek itu, rasanya maluuuuu sekali. Para eyang putri itu, yang usianya sudah tua saja masih semangat untuk sholat berjamaah dan selalu jadi yang pertama datang. Tak rasa dingin, tak rasa lelah. Mau shubuh atau tarawih pun mereka tetap semangat. Sedangkan aku?

Sering aku perhatikan, di saat mereka shalat sunah, ketika bangun dari sujud, sepertinya mereka menahan sakit. Mungkin sendi-sendi mereka atau otot mereka sudah tidak seluwes dahulu, tidak sekokoh dahulu, tidak dapat digunakan untuk bergerak cepat seperti dulu juga. Sedangkan aku?

Kebanyakan orang kalau melihat fenomena di atas berpikiran wajar kalau orang yang sudah tua selalu rajin beribadah, karena sudah tua tentu saja. Ada lagi yang kurangaj*ar berkata “maklum, kan udah bau tanah.” Pede sekali berkata seperti itu. Seolah-olah kematian itu hanya untuk orang yang sudah tua. Padahal kematian tak pandang usia. Bayi yang baru berusia 2 bulan saja tidak sedikit yang dicabut nyawanya. Anak muda jaman sekarang juga banyak yg angka harapan hidupnya rendah karena salah arah.

So, sebenarnya tak ada alasan untuk tidak semangat menjalankan sholat. Banyak yang bisa sholat, tapi sedikit yang mau mencintai sholat dan merasakan nikmat saat menjalankannya.

Inilah yang harus aku perbaiki, bersemangat untuk sholat, mencintai kehadiran waktu untuk mendekat, untuk curhat, pada Dzat Yang Maha Kuat J





Part 2 : A tribute for My Beloved Dad..

Tarawih juga menjadi sarana perbaikan yang cukup unik. Para khotib dapat memberikan nasihat dan motivasi kepada masyarakat lewat ceramahnya. Dan aku termasuk salah satu orang yang sangat menanti-nantikan waktu ceramah di sela-sela tarawih. Apalagi jika yang menjadi khatib adalah ayahku. Apa pasal?

ayahku punya metode khusus saat ceramah. Tidak hanya berkata-kata saja, kadang diskusi mengenai hal-hal yang menyangkut kehidupan sehari-hari, seperti gerakan sholat, sedekah, dan lainnya. Isinya tidak melulu tentang itu itu saja. Mungkin karena beliau mantan guru, jadi sudah berpengalaman dalam menyampaikan ilmu yang mudah diserap. Pedagogi yang patut dicontoh.

Sebenarnya, apa yang disampaikan ayahku lebih dari sekedar ceramah. Bagiku, terkadang apa yang disampaikan oleh beliau sangat menohok bahkan menampar. Ayahku yang notabene sudah tau bagaimana cara “mengingatkanku”, menjadikan momen ceramahnya sebagai sarana untuk “menyindir” aku. Pernah suatu hari, di bulan Ramadhan, aku tidur setelah sholat subuh. Karena sudah 3 hari aku hanya tidur 1-2 jam saja, jadi aku pikir gak apa-apalah sesekali tidur sehabis sholat subuh. Tapi apadaya, akibatnya fatal! Aku tertidur lelap sampai dhuhur dan lupa tidak sholat Dhuha. Malamnya, kebetulan ayahku mendapat jatah ceramah saat tarawih. Beliau pun memilih topik sholat. Dan yang ditekankan adalah sholat dhuha. Keutamaannya bahwa sholat dhuha itu memberikan kita kemudahan dalam mencari rejeki, mendekatkannya saat ia jauh, membuatnya halal bila tercampur dengan yang haram, dan kalau punya keinginan/cita-cita bisa lebih cepat dikabulkan, etc..

Sangat menampar bukan? Itulah metode paling tepat yang ayahku lakukan untuk “memperbaiki” anak-anaknya. Lewat sindiran. Jarang ayahku menasihati alias ngomel secara langsung saat anak-anaknya melakukan kesalahan. Beliau tau bahwa kami sudah “kebal” (astaghfirullah, durhaka beud sihL) Kalau ayahku marah, dan itu jarang terjadi, berarti kami sebagai anaknya sudah sangat keterlaluan. Hehe..

Selain jadi khatib yang unik, aku tenang jika ayahku yang menjadi imam. Pasalnya, kebanyakan imam di desaku bacaan sholatnya masih “kurang”. Kadang baca surat pendek masih salah, makhroj-nya “medhog” banget, panjang pendek tidak digubris, kadang terlalu cepat, rakaat sering kurang bahkan kelebihan, dll. Tapi kalau ayahku yang menjadi imam, hati ini rasanya lebih “legowo”. Tak perlu risau bacaannya salah, tak perlu khawatir rakaatnya kurang atau kelebihan, dan tak perlu merasa “jengkel” mendengar surat pendek yang dibaca salah-salah. Alhamdulillah, ayahku punya “kelebihan” dalam membaca Al-Quran.

Semoga ilmunya menurun ke anak-anaknya, dan anak-anaknya dapat menularkannya ke orang lain. Sehingga bisa jadi amal jariyah. He’s my beloved Dad. He’s the one, ya iyalah..

Satu hal yang masih sulit untuk ku amalkan, kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat menggunakan bahasa jawa halus. Ayahku menguasai hal itu, dan itu adalah satu-satunya bakat ayahku yang sepertinya tidak menurun padaku -_____-“











sambil menunggu buka dengan 2 anak yang memelas :D

0 comments:

Post a Comment

Pages